Posted in Politik

Ancaman Demokrasi


“Kebenaran itu hanya milik yang berkuasa” begitulah kira-kira pernyataan Paul Michel Foucault seorang filsuf berkebangsaan Prancis. Pernyataan itu tidak berlebihan kiranya penulis kutip karena kekesalan dan kekecewaan penulis melihat realitas kekininian yang penulis saksikan, dengar, baca, maupun alami.

Realitas itu terfaktakan dengan gamblang ketika peristiwa 7 September 2011 lalu di Istana Negara. Aksi  yang merupakan peringatan peristiwa 7 tahun kematian seorang Pejuang HAM Munir Said Thalib di depan Istana Merdeka Jakarta diwarnai pencekikan oleh anggota Paspampres terhadap mantan Koordinator KontraS Usman Hamid, padahal  aksi tersebut adalah aksi damai dan telah melalui prosedur dan mekanisme pemberitahuan kepada pihak Kepolisian. Tindakan fisik langsung dilakukan oleh aparat Paspamres tanpa peringatan, pernyataan atau imbauan sebelumnya. Untung saja aparat tersebut tidak bersenjata.

Tidak cukup hanya itu saja fakta bahwa kebenaran milik penguasa, di Padang Sumbar juga terjadi tepat pada 1 Syawal 1432 Hijriyah, pada hari dimana umat Islam merayakan kemenagan, di hari yang seharusnya umat Islam bersyukur atas segala rahmat, ampunan, dan kemenangan malah ternodai oleh Pemko Padang beserta jajaranya dan aparat kepolisian yang melakukan pemagaran di Pasar Raya Padang yang berujung tindakan represif terhadap pedagang pasar raya yang mempertahankan hak milik atas tempatnya berjualan.

Kemudian yang terkini maupun yang paling hangat adalah upaya percobaan pembunuhan berencana terhadap 8 orang aktivis LAM & PK yang tergabung dalam Ampepara (Aliansi Mahasiswa Peduli Pasar Raya Padang) Padek (12/09/2011).

Upaya percobaan pembunuhan tersebut diduga terkait dengan aktifitas kawan–kawan LAM & PK terkait advokasi pedagang pasar raya Padang, selain itu kawan–kawan Ampepara yang lain  pernah menjadi sasaran intimidasi  oleh Orang tidak dikenal(OTK)  dengan cara dipepet disekitaran Taman Makam Pahlawan Lolong, OTK tersebut mengeluarkan senjata tajam sambil meneriakkan kalimat ancaman untuk menghentikan kegiatan terkait advokasi Pasar Raya Padang.

Dari semua fakta yang penulis ceritakan di atas, ada benang merah yang dapat dikaitkan dengan polemik seputaran Pembahasan RUU Intelijen yang sedang dibahas oleh pemerintah dan DPR.

Ada beberapa pasal-pasal krusial yang masih menjadi perdebatan diantaranya pasal-pasal mengenai pemberian kewenangan penyadapan terhadap warga Negara yang melanggar prinsip hak private warga Negara, kemudian kewenangan pemeriksaan intensif 7×24 jam yang bertentangan dengan UU dan KUHAP, kemudian pemberian kewenagan menangkap kepada intelijen yang merusak tatanan sistem peradilan pidana.

Demokrasi Terancam

Dari semua fakta fakta yang penulis uraikan, terdapat kesimpulan yang menarik yang mengdikasikan bahwa kebebasan menyampaikan pendapat, kebebasan untuk berbeda pendapat dan pikiran akan diberangus habis, karena kepentingan penguasa yang memonopoli kebenaran tadi terusik. Cara – cara yang kemudian dilakukan oleh sangat variatif dan beragam, mulai dari “legalisasi” perbuatan melalui peraturan perundang undangan, yang biasa kita namakan “selubung hukum”, sampai cara-cara pelemahan dengan intimidasi, teror, dan percobaan pembunuhan.

Dan bisa jadi suatu saat banyak lagi modifikasi cara yang mungkin tidak ter “prediksikan” sebelumnya, yang kesemuanya itu mengancam “Demokrasi”. Ketika Demokrasi terancam maka itu adalah sebuah kemunduran. Dan rezim otoritarian akan  menemukan bentuknya kembali.

Untuk itu kepada seluruh elemen masyarakat penulis menyuarakan agar terus – menerus mengkritisi setiap kebijakan dari penguasa agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan yang berakibat buruk kepada kita semua, serta rapatkan barisan agar alam demokrasi yang telah kita nikmati hari ini, kita rawat dan kita jaga kebaikan kita semuanya.

Kemudian kepada rekan – rekan mahasiswa dan elemen masyarakat termasuk penulis sendiri, agar kita tetap selalu memperjuangkan kebenaran dan keadilan, jangan pernah surut sedikitpun,tidak ada jaminan bahwa keadilan akan selalu tegak, dan kebenaran akan selalu muncul dan terungkap. Karena bisa jadi kebenaran dan keadilan itu selalu berada di ketiak penguasa.

Tugas kita sebagai manusia adalah menjadi manusia, karena kebenaran itu ada di “Langit”. (Soe Hok Gie).

 

 

 

Posted in Hukum, Politik

Juru Mudi Untuk KPK


Mantan Ketua KPK Taufiequrrahman Ruki mengaku prihatin dengan kondisi KPK. Menurutnya, kualitas KPK saat ini menurun ketimbang periode sebelumnya. ”Saya tidak puas dengan KPK saat ini. Bukan masalah penanganan kasus, tapi karena pimpinannya bermasalah,” kata dia. ( MI 11/10/2010).

Kondisi seperti itulah yang kita baca dan dengar di berbagai media baik cetak maupun elektronik akhir-akhir ini. Agenda-agenda Pemberantasan Koprupsi berjalan lambat bak keong, ini di pengaruhi berbagai faktor yang mengguncang KPK , di mulai dari Ketua KPK Antasari Azhar yang menjadi terpidana dalam kasus pembunuhan , kasus kriminalisasi dua  pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah Namun upaya kriminalisasi terhadap Bibit-Chandra gagal, karena derasnya desakan publik pada waktu itu, dimana publik menilai bahwa adanya dugaan rekayasa dalam proses penyidikan terhadap Bibit-Chandra, maka perkara Bibit-Chandra yang pada waktu itu telah sampai di tangan Kejaksaan di SKKP (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan) kan oleh Kejaksaan, tapi di kemudian hari muncul upaya  baru untuk melemahkan pimpinan KPK, yaitu dimana Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pekan lalu mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan pengusaha sekaligus tersangka dugaan korupsi Anggodo Widjojo.

Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta  membatalkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) yang diberikan Kejaksaan kepadan Bibit-Chandra. Artinya tuduhan terhadap Bibit-Chandra telah melakukan pemerasan dan penyalahgunaan wewenang memiliki bukti kuat dan segera dilimpahkan ke Pengadilan dan lagi-lagi keduanya dijadikan tersangka. Menanggapi hal ini pihak Kejaksaan memilih opsi untuk mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap pembatalan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) perkara Bibit-Chandra. Tapi opsi yang dipilih Kejaksaan jangan-jangan hanya untuk mengulur-ulur waktu, jika itu yang terjadi maka akan semakin melemahkan dan memperlambat KPK dalam melakukan agenda Pemberantasan Korupsi.

KPK Seolah kehilangan taring,

Kasus Century misalnya KPK dengan nada santai mengatakan tak ada indikasi korupsi di Century” padahal publik amat jelas menilai jika kebijakan Ballout Century jelas merupakan pelanggaran hukum.Sikap KPK ini berpotensi menyandra agenda pemeberantasan korupsi jangak panjang.Minus peran KPK bukan hanya mengibaratkan kinerja KPK yang lamban bak keong bahkan KPK seakan ”mati permanent”,sekedar ada secara formal namun tak menyentuh subtansi pendirian.

Miris memang menyaksikan kondisi demikian. Penulis melihat minus peran KPK ini lebih disebabkan  lemahnya figur yang memimpin KPK, resistensi pimpinan KPK yang determinan terhadap kekuasaan bahkan kepercayaan diri dan keberanian ”juru mudi” KPK hari ini amat meragukan.

Publik hari ini sangat pesimis terhadap kinerja dari KPK, persoalan-persoalan yang menimpa pimpinan KPK sedikit banyaknya pasti berpengaruh terhadap kinerja dari KPK itu sendiri, analoginya seperti di dalam sebuah peperangan dimana panglima perang dikendorkan semangatnya serta dilumpuhkan, maka para prajuritnya tentu akan melemah semangat dan daya juangnya dalam menghadapi peperangan, ketika semangat dan daya juang prajurit melemah maka kekalahan sudah terhampar di depan mata. Dan kekalahan seperti itu yang tidak diinginkan oleh publik dalam Perang melawan Korupsi itu. Korupsi yang kita kenal sebagai extra ordinary crime (kejahatan luar biasa) memerlukan upaya luar biasa juga dalam memberantasnya termasuk dibutuhkan ”juru mudi” KPK yang luar biasa.

Extra Ordinary Man untuk KPK

Panita seleksi pimpinan KPK yang diketuai Menkumham Patrialis Akbar telah membuka proses pendaftaran dimulai 25 Mei-14 Juni 2010 sampai hari ini telah mendaftar ratusan orang dari berbagai kalangan mulai pengacara, PNS, akademisi dan lain sebagainya, tetapi dari ratusan calon yang mendaftar itu belum terlihat keluarbiasaannya (Extra Ordinary), salah seorang anggota panitia seleksi pun mengakui hal itu. Apa yang salah sebenarnya, apakah memang orang yang luar biasa itu belum terpanggil untuk mendaftar atau mereka masih menunggu dan melihat (wait and see) dan membulatkan niat untuk mendaftar sebagai calon pimpinan KPK, mudah-mudahan dugaan penulis benar. Kita sama-sama masih berharap jika di Republik ini masih terdapat orang-orang yang benar ingin mengabdikan diri untuk memberantas Korupsi di negeri ini,orang orang berintegritas yang memiliki rekam jejak dalam memberantas korupsi yang patut dihormati serta tidak mengundang kecurigaan dari publik.

Jika memang ”sang juru mudi” baru KPK yang diidamkan publik tak juga muncul,.mungkin masyarakat sepertinya sedang diuji oleh kondisi-kondisi hari ini.Extra ordinary man (manusia luar biasa) yang penulis dan seluruh rakyat negeri ini yang Anti terhadap Korupsi adalah orang yang mempunyai keberanian, tanggung jawab, integritas, rekam jejak yang terpuji dan teruji dalam pemberantasan korupsi agar nantinya ketika ia memimpin KPK, kinerja KPK tidak seperti sekarang ini yang lamban bak keong, tapi kinerjanya lebih cepat dan lebih memuaskan seperti harapan publik.Tak cukup mungkin jika hanya sekedar itu perlu figur yang tak determinan terhadap kekuasaan.

Jika nantinya Panitia seleksi (Pansel) pimpinan KPK dapat menemukan Extra Ordinary man itu maka publik bisa sedikit bernafas lega, tetapi masih ada jalan panjang yaitu pembuktian kepada publik atau khalayak ramai melalui kinerja KPK yang cepat dan bisa menuntaskan kasus-kasus korupsi yang tergolong besar (kakap). Kemudian juga mampu menunjukkan kembali kewibawaan KPK menjerat para Koruptor yang pada gilirannya para penyelenggara negara takut untuk melakukan korupsi. Ujung-ujungnya budaya korupsi tersebut dapat dikikis sedikit demi sedikit. Apabila budaya korupsi tersebut dapat dikikis dan dikurangi secara cepat maka kepercayaan publik akan pulih seperti sediakala malahan publik dengan sendirinya berdiri di belakang KPK membantu KPK dalam mempermudah upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK. Mudah-mudahan extra ordinary man (manusia luar biasa) ”sang juru mudi” KPK yang diidamkan publik dapat datang dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, sehingga wibawa dan kepercayaan diri KPK sebagai garda terdepan dalam pemberantasan korupsi dapat kembali sesuai dengan keinginan publik.